1.26.2009

HARUSKAN ZAKAT MENELAN NYAWA?

Jawa Timur. Sekitar 5000 perempuan berdesak-desakan untuk berebut zakat senilai Rp. 20.000 di sebuah musalla di sebuah gang di kota itu. Alhasil, 21 orang tewas akibat terinjak-injak dan 13 lainya luka-luka. Pembagian zakat ini merupakan agenda tahunan seorang warga bernama, Haji Soikhon. Mungkin saja Haji Soikhon bermaksud baik ingin membagi sedikit hartanya kepada mustahik (orang yang menerima zakat). Namun, siapa sangka niat baik ini malah berujung maut, kematian dan musibah. Perencanaan yang kurang matang terlihat dari ketidaksiapan panitia dalam menghadapi jumlah mustahik yang datang melebihi target. Tak terbayangkan ribuan mustahik itu tak sabaran membayangkan uang Rp. 20.000 menjadi milik mereka. Mereka lalu berdesak-desakan di tempat pembagian zakat yang tidak efektif, sehingga membuat sebagian diantaranya terjatuh lalu terinjak-injak dan tewas. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa niat baik malah mengundang maut?
Ternyata peristiwa semacam ini bukanlah peristiwa perdana. Peristiwa serupa sempat terjadi sebelumnya. Pada 8 Desember 2001, pembagian zakat di gedung DPRD Jawa Tengah di Semarang mengakibatkan kaca depan gedung pecah dan dua orang terluka parah. Kericuhan disebabkan kurangnya persiapan panitia dalam mengatisipasi membludaknya fakir miskin. Jatah sebenarnya untuk 2000 orang, tetapi didatangi 6000 orang. Pada 29 November 2002, ribuan orang ”menyerbu” rumah kediaman Gubernur Kalimantan Selatan. Seorang petugas pembagi zakat dikejar-kejar massa karena tak segera membagikan zakat. Banyak anak-anak terluka akibat terjepit dalam peristiwa ini. Pada 7 november 2003, di Pasar Minggu Jakarta Selatan, empat ibu rumah tangga tewas saat berebut sedekah di rumah salah seorang warga menjelang idul fitri. Pada 28 September 2007, seorang meninggal saat pembagian sedekah di Gresik, Jatim. Korban meninggal akibat terjatuh dan terinjak-injak saat mengantren untuk mendapatkan zakat. Pada 10 Oktober 2007 pembagian zakat di Bantul dan Lamungan juga ricuh. Tiga warga Bantul, DIY, dibawa ke rumah sakit karena terinjak-injak dan luka serius saat pembagian zakat di rumah dinas bupati bantul. Baru-baru ini di pondok pesantren dan panti asuhan salsabillah, lamongan, Jatim, 13 orang pingsan karena kepanasan. Warga yang mengantre harus menukar kupon dengan uang Rp. 20.000. Mengapa peristiwa yang menelan nyawa ini terjadi terjadi berkali-kali.
Dari semua peristiwa itu, jika diambil benang merahnya dikarenakan proses pembagian zakat yang tak berjalan lancar. Atau bisa juga dikatakan rencana yang tidak matang. Mengapa? Bisa jadi dikarenakan tak ada pengalaman untuk membagikan zakat kepada mustahik. Mungkin saja orang yang akan membagikan zakat tidak menduga mustahik yang datang akan sangat melebihi kapasitas. Sehingga terjadilah peristiwa buruk seperti terjadi di pasuruan, Jawa Timur itu misalnya. Kalau saja Haji Soikhon mau mempercayakan dana yang akan ia zakatkan kepada lembaga yang sudah berpengalaman dalam mengurus pembagian zakat kepada mustahik, yaitu lembaga amil zakat. Pristiwa itu mungkin saja tidak akan terjadi.
Padahal Sunnah Rasulullah sudah menjelaskan pembayaran zakat seharusnya melalui amil zakat yang pada zaman Rasullullah di bawah wewenang khalifah atau sultan. Di masa sekarang ini dimana kita hidup di luar sistem khalifah Islam, maka peran lembaga itu bisa digantikan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ) yang kini sudah sangat banyak di sekitar kita. Peran LAZ/BAZ inilah yang ditunggu oleh ummat untuk mengentaskan kemiskinan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz di masa lalu. Seharusnya masyarakat turut menyukseskannya dengan menyalurkan dana zakat ke LAZ/BAZ yang resmi. Agar dana zakat itu bisa lebih efektif dan efisien dikelola secara profesional.
Selain itu dengan menyampaikan zakat melalui amil zakat penyaluran zakat akan dalam bentuk yang benar-benar dibutuhkan oleh mustahik. Sekali lagi dibutuhkan mustahiq dan bukan diinginkan mustahiq. Sebab, ada kemungkinan mustahiq menginginkan A padahal ia membutuhkan B. amil zakat akan lebih mengetahui apa yang dibutuhkan mustahik, karena bidang inilah yang mereka tekuni. Jika seseorang menyalurkan zakatnya sendiri secara langsung, ada kemungkinan tepat sasaran dan ada kemungkinan salah sasaran. Jika ia salah sasaran, dan ia tahu akan hal itu, maka zakatnya tidak sah ia harus mengulang kembali pembayaran zakatnya. Hal ini karena zakatnya ia berikan bukan kepada mustahiq zakat.
Sebenarnya, kebanyakan orang yang berzakat saat ini tidak mempercayai lembaga amil zakat. Padahal amil zakat diawasi dan diatur undang-undang. Salah satunya Pasal 3 Bab VII., yang menjelaskan setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya 30 juta rupiah.
Namun, di zaman sekarang ini, ada juga yang berzakat bukan dengan maksud untuk beribadah. Kebanyakan dari mereka mengaitkan ibadah dengan kepentingan pribadi dan golongan. Misalnya saja, memberikan bantuan gempa dengan menunjukkan jelas sumbangan itu dari partai tertentu. Sebanyak mungkin wartawan dari berbagai media massa diundang. Tak tanggung-tanggung setiap kantong bantuan yang diberikan kepada warga ditempeli stiker bergambar lambang partai. Untuk apa lagi kalau bukan untuk mengingatkan penerima bantuan bahwa yang memberikan bantuan adalah partai A, jadi pilihlah partai A nantinya. Itung-itung balas budi. Itu salah satu contoh yang terjadi.
Padahal, ibadah atau perbuatan baik seharusnya mengandung keikhlasan. Keikhlasan menurut Islam mengandung makna melakukan sesuatu hanya karena Allah tanpa tercemar maksud lain yang tidak seharusnya, seperti riya atau pamer. Orang yang ikhlas cenderung tidak peduli terhadap ada tidaknya penghargaan atau pujian terhadap apa yang ia lakukan. Ia malah tidak menginginkan sama sekali ada orang lain yang mengetahui amal kebaikannya walau sekecil apapun.
”Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbuatan, kecuali amal perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas demi meraih ridha-Nya.” (HR. Nasa’i).
Agaknya kisah Ali bin Al-Hasan dapat dijadikan contoh. Ali bin Al-Hasan yang memikul roti di punggungnya, menelusuri rumah orang-oarang miskin dalam kegelapan malam hari. Berkat kederamawanannya banyak penduduk Madinah saat itu yang memperoleh makanan secara cuma-cuma. Ali bin Al-Hasan terus berusaha menutupi ibadahnya itu. Sehingga tak ada yang mengetahui siapa dermawan yang selalu memberikan roti di malam hari. Setelah Beliau wafat, barulah mereka mengetahui Beliaulah dermawan itu. Tanda-tanda di punggungnya, bekas memikul wadah air dan roti menjadi bukti perbuatan baiknya itu. Ali bin Al-Hasan setiap malamnya menjamin kebutuhan pangan 100 rumah tangga. Betapa berniatnya ia bersedekah. Betapa Beliau merencanakan dan melaksankan niatnya itu dengan sempurna.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar/Comment